Construction of a new university

Pembangunan universitas baru tidak menjamin pemerataan pendidikan

Construction of a new universityArsip foto Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Stella Christie di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (17 Oktober 2024). (mrhalliday/M Fikri Setiawan/am/rst)

Jakarta (mrhalliday) – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Stella Christie menyatakan pendirian perguruan tinggi baru di berbagai daerah saja tidak cukup untuk menjamin pemerataan akses pendidikan tinggi di seluruh negeri.

Menurut Christie, pemetaan kendala berdasarkan kekurangan perguruan tinggi yang ada di berbagai daerah lebih penting.

“Kebijakan jangan membangun perguruan tinggi baru. Setiap kebijakan adalah bagian dari sistem. Kalau mau memperbaiki masalah, jangan membuat masalah baru. Anggaran selalu terbatas,” katanya dalam sebuah acara di Jakarta, Rabu (30/10).

Ia mengatakan anggaran yang digunakan untuk membangun perguruan tinggi baru dapat dialihkan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi yang sudah ada.

Christie menegaskan anggaran tidak bisa hanya digunakan untuk membangun perguruan tinggi baru demi pemerataan pendidikan tinggi.

“Kita harus bisa menyeimbangkan anggaran. Hitung dengan cermat dan optimalkan anggaran yang terbatas. Kita harus pilih (program) yang terbaik dan paling optimal, yang paling tepat guna, untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita,” katanya.

Ia mengatakan pemerataan pendidikan tinggi tidak boleh diartikan sebagai penyeragaman mutu di semua wilayah geografis. Dalam lanskap yang lebih luas, jika semua perguruan tinggi memiliki kualitas yang sama, akan sulit menyamakannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Christie menilai kesetaraan mutu pendidikan tinggi akan menghilangkan persaingan antarperguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri dan tuntutan tenaga kerja.

“Persaingan itu selalu ada,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia yang belum ideal.

Ia mencatat pada 2023, sekitar 24,4 persen mahasiswa membayar UKT rendah, 69,7 persen dalam kategori menengah, dan 5,9 persen masuk dalam kategori UKT tinggi.

Pihaknya saat ini tengah mengkaji upaya untuk mendapatkan UKT yang ideal, termasuk membandingkan UKT dengan biaya operasional yang harus dibayarkan mahasiswa per semester di perguruan tinggi atau Uang Kuliah Tunggal (BKT).

Berita terkait:ย Modul inklusif dirancang untuk pemerataan pendidikan: Kementerian
Berita terkait:ย Pemerataan pendidikan jadi tantangan terbesar pemberdayaan perempuan: ICW

Posted In :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *