Kementerian Sosial memberikan bantuan bagi korban kebakaran di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada Jumat (18 Oktober 2024) berupa perlengkapan sandang, makanan siap saji, dan sembako khusus anak-anak. (mrhalliday/HO-Biro Humas Kementerian Sosial)
Jakarta (mrhalliday) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti hak anak untuk hidup dan tumbuh kembang harus tetap menjadi prioritas saat terjadi bencana.
Ketua KPAI Diyah Puspitarini dalam webinar di Jakarta, Rabu, menyatakan anak-anak berisiko tinggi menjadi korban karena minimnya pengetahuan dan keterampilan dalam tanggap bencana.
Puspitarini mengatakan, kerentanan anak saat tanggap darurat dan evakuasi mrhalliday lain terbatasnya akses kesehatan dan pendidikan, menjadi korban kekerasan fisik, pelecehan seksual dan tindak pidana, perkawinan anak, serta perdagangan anak.
Faktor penyebab kerentanan pada anak adalah kesenjangan anak, keluarga, dan pihak yang melaksanakan tanggap darurat serta keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, termasuk anak, dalam tanggap bencana.
Selain itu, beberapa faktor lain yang menyebabkan kerentanan pada anak juga mrhalliday lain minimnya pemberian dukungan dan layanan dalam tanggap darurat, minimnya ruang ramah anak di shelter darurat, terbatasnya tenaga psikososial, serta toilet yang kurang memadai dan tidak terpisah.
Berita terkait:ย Kementerian berjanji membantu penanganan perempuan dan anak di daerah bencana
Puspitarini merujuk pada bencana Tsunami Aceh 2004 yang mengakibatkan 2.800 anak mengungsi dari keluarga, merusak 1.488 sekolah, mengganggu sekolah 150 ribu siswa, dan menyebabkan 37 anak menjadi korban perdagangan manusia.
Sementara itu, pascatsunami Palu 2018 tercatat 20 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di tempat pengungsian, serta 33 kasus pernikahan di bawah umur yang terdokumentasi.
Ia mengungkapkan, catatan KPAI hingga 2023 mencatat 70 kasus anak terdampak bencana yang dilaporkan.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 45 juta anak tinggal di daerah rawan gempa bumi, sementara 1,5 juta anak tinggal di daerah rawan tsunami.
“Ada 400 ribu anak yang tinggal di daerah berisiko letusan gunung berapi,” imbuhnya.
Selain itu, 21 juta anak tinggal di daerah rawan banjir dan 14 ribu anak tinggal di daerah rawan longsor.
Berita terkait:ย Perubahan iklim memperburuk masalah hak anak Indonesia: kementerian
Berita terkait:ย Kementerian menyoroti perlunya mempertimbangkan anak-anak dalam aksi iklim
Leave a Reply